Written By Martunis
Dalam upaya menjajah Indonesia kembali, Belanda menyiarkan berita-berita melalui surat kabar dan radio, bahwa kedatangan mereka ke Indonesia bukan untuk berperang dan menjajah, tetapi menjaga keamanan yang diakibatkan oleh perang Dunia II. Selain melalui siaran propaganda, pihak Belanda juga melakukan dua kali agresi bersenjata terhadap Indonesia, yaitu agresi pertama tahun 1947 dan kedua tahun 1948. Akibat serangan itu dalam waktu relatif singkat hampir seluruh wilayah Indonesia dapat mereka duduki kembali.
Daerah yang belum mereka kuasai satu-satunya adalah Aceh, sehingga Republik Indonesia yang berusia muda itu masih memiliki modal yang sangat kuat untuk mempertahankan kedaulatan kemerdekaannya. Belanda berkali-kali berusaha menghancurkan perlawanan rakyat Indonesia di daerah Aceh dengan pendaratan timnya yang selalu dapat digagalkan. Beberapa kali Belanda melancarkan serangan udara terutama terhadap komando artileri dilapangan udara Lhok Nga dan beberapa kota lainnya, seperti Ulee Lheue, Sigli, Lhoksumawe, Langsa, Meulaboh dan Tapak Tuan, tetapi dapat di balas rakyat Indonesia di daerah Aceh dengan menggunakan meriam-meriam anti pesawat terbang .
Pasukan marinir Belanda juga selalu berusaha melakukan percobaan pendaratan pada tempat-tempat strategis dan pelabuhan-pelabuhan sepanjang pantai Aceh, seperti Ulee Lheue, Ujong Batee, Krueng Raya, Sigli, Ulee kareueng, Lhoksumawe, Langsa, Meulaboh, Tapak Tuan dan lain-lain. armada-armada perang Belanda yang sering beroperasi pada waktu itu, antara lain Jan Van Bukker, Ban Jan Van Gallaen.
Oleh karena kuatnya pertahanan pantai yang dilengkapi dengan meriam-meriam pantai hasil rampasan dari tentara Jepang serta dilandasi pula oleh semangat rakyat yang bergelora, maka wilayah Aceh terus dapat dipertahankan kemerdekaannya dengan selalu mengagalkan rencana pendaratan Belanda. Untuk mengetahui situasi di darat, Belanda sering menangkap para nelayan dengan menyeret mereka ke kapal. Rencana Belanda untuk menduduki daerah Aceh tidak pernah terlaksana sampai saat mereka mengakui kemerdekaan Indonesia pada akhir tahun 1949.
GELORA KEMERDEKAAN DI ACEH
Berita proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia tidak segera diketahui di Aceh. Berita baru diketahui secara resmi oleh rakyat Aceh pada tanggal 29 Agustus 1945 setelah kembalinya Mr. TM Hasan dan Dr. M. Amir dari Jakarta. Kedua orang ini mewakili pusat Republik Indonesia untuk seluruh pulau Sumatera.
Akan tetapi desa-desus tentang berita tersebut jauh sebelumnya telah didengar oleh beberapa orang tokoh Aceh. Mereka belum berani mengumumkannya kepada masyarakat, karena masih merasa takut pada kekejaman tentara Jepang ..
Para pemuda melaksanakan perekrutan beberapa instansi pemerintahan Jepang seperti Kantor Percetakan "Atjeh Shimbun", Pemancar Radio Jepang "Hodoka" Kantor Berita Jepang "Domei" dan instansi-instansi lainnya; yang diperlukan untuk memperlancar pembentukan pemerintahan Republik Indonesia. Surat kabar "Semangat Merdeka" diterbitkan 14 Oktober 1945 oleh para pemuda untuk menyebarluaskan berita-berita proklamasi dengan cara menempel di tembok-tembok, di rumah-rumah, di toko-toko, di kantor dan sebagainya.
Pihak Sekutu yang menang perang terhadap Jepang tidak berapa lama kemudian mendarat di Indonesia dengan membonceng tentara Belanda dan NICA (Netherlands Indies Civil Administation) di belakangnya. Sebelum melakukan pendaratan, Jenderal Sir Philip Christison yang memimpin pasukan Sekutu pada tanggal 25 September 1945 menyiarkan dari Singapura melalui radio dan wawancara Pers bahwa tentara Sekutu yang mendarat di Jawa dan Sumatera tidak membawa serdadu-serdadu Belanda dan NICA. Bendera merah putih dapat di kibarkan terus dan organisasi di bawah pimpinan Soekarno tidak dilucuti senjatanya.
Jenderal Sir Philip Christison menegaskan pula, bahwa hanya ada tiga tugas dari kedatangan tentara Sekutu di Indonesia, yaitu melucuti senjata Jepang, mengembalikan orang tawanan dan tahanan Jepang; serta menjaga keamanan. Propaganda yang disiarkan oleh Christison ini berbeda sekali dengan kenyataannya. Setelah tentara Sekutu mendarat di Indonesia.Mereka mengadakan tindakan-tindakan seperti merampas toko-toko, kantor-kantor pemerintah. Afiliasi memperkuat pula posisinya di beberapa kota di Indonesia, serta melakukan kekacauan di kota-kota yang menimbulkan insiden-insiden kecil yang kemudian berubah menjadi pertempuran secara besar- besaran.
Daerah Aceh yang merupakan bagian dari wilayah Republik Indonesia, agak berbeda dari daerah-daerah lainnya dalam mempertahankan kedaulatan negara Indonesia .. Selama berkecamuknya perang kemerdekaan, Aceh tetap dapat mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia secara keseluruhan.
Aceh di juluki sebagai Daerah Modal, bukan saja dari kekuatan-kekuatan rakyat Aceh mempertahankan tanah air, tetapi juga karena di Aceh ada alat komunikasi seperti pers dan radio. Dengan adanya pers dan radio mempermudah hubungan antara pemerintah daerah-daerah lain serta antara pemerintah Aceh dengan pemerintah pusat.
Daerah Aceh memang tidak berhasil di kuasai musuh, namun bukan berarti daerah ini tidak pernah di serang oleh tentara Belanda. Mereka sering melakukan serangan baik melalui udara maupun laut seperti didaerah Lhok Nga, Ujong Batee, Ulee Lheue, Lhoksumawe dan beberapa tempat lainya. Namun demikian serangan-serangan Belanda itu selalu dapat dipatahkan oleh angkatan bersenjata daerah Aceh.
Ketidakberhasilan Belanda menguasai Aceh, menyebabkan Aceh menjadi aman dan pemerintah berjalan lancar. Hal ini memberikan kesempatan kepada Aceh untuk memperbaiki dan membangun saluran komunikasi seperti pers dan radio, karena itulah melalui pers dan radio pemerintah Aceh dapat memberi bantuan yang pertama-tama ke daerah-daerah lain yang sedang menghadapi tentara Belanda.
Demi kelancaran perhubungan Aceh dengan daerah-daerah lain di Indonesia, pemerintah daerah Aceh pertama sekali menggunakan media massa Post Telegram Telepon (PTT). Post Telegram Telepon sudah dikenal di Aceh saat Belanda berkuasa di Aceh. Post Telegram Telepon memiliki peran dalam masa perang kemerdekaan Republik Indonesia, karena melalui media ini dapat menyampaikan suatu berita dan menerima berita secara praktis tanpa ada alat perantara.
Pemancar radio Kutaraja pada awalnya sangat sederhana bentuknya dan keadaannya. Namun demikian perannya dalam mendorong dan membangkitkan semangat rakyat melawan pemerintah Belanda sangat penting sekali artinya di masa revolusi tersebut.
Disamping radio Kutaraja, angkatan perang atau Gajah devinisi X atas nama pemerintah daerah Aceh; walau dalam kondisi kritis ini berhasil pula mendirikan sebuah pemancar lagi yang kuat jangkauan siarannya, yaitu di kenal dengan nama Radio Rimba Raya. Melalui radio Kutaraja dan Radio Rimba Raya inilah secara bersama-sama sangat berperan dalam rangka mengorbarkan semangat kepada para prajurit di kantong-kantong gerilya yang sedang mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia.
Radio Kutaraja yang pada umumya memberi semangat kepada para pejuang yang berada digaris depan, maupun kepada masyarakat untuk memberikan kontribusi untuk pembiayaan perang di sekitar daerah Aceh serta daerah-daerah lain sejauh jangkauan siarnya; dapat di terima dalam wilayah Indonesia.
Dalam suatu revolusi nasional atau dikenal dengan kemerdekaan Indonesia, bahwa faktor ekonomi juga sangat menentukan berhasil atau tidaknya revolusi yang sedang berlangsung. Peran pers dan radio dalam perang kemerdekaan dibidang ekonomi adalah menyiarkan tentang kebutuhan para pejuang, agar masyarakat dapat membantunya seperti memberi sumbangan makanan, pikiran dan persediaan perlengkapan lainnya.
Pada bulan Juni 1948 Presiden Soekarno dalam kunjungannya ke Aceh, mengundang tokoh-tokoh pejuang, para pengusaha, dan beberapa pemuda untuk berkumpul di Hotel Atjeh. Presiden meminta kepada masyarakat Aceh untuk menyumbangkan dua buah pesawat yang sangat di butuhkan untuk kelancaran perjuangan. Dengan bantuan para pedagang, pemerintah daerah Aceh telah dapat membeli dua buah pesawat pada akhir bulan Oktober 1948 dengan
Oh aceh...sungguh malang nasibmu..
ReplyDeleteHidup Aceh
ReplyDelete